SEJARAH DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
USU
Menurut catatan
sejarah pendidikan di Indonesia, Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik USU
semestinya sudah harus dibuka pada tahun 1963, tetapi berhubung karena sesuatu
hal pembukaan tersebut terpaksa ditangguhkan. Pembukaan Jurusan Teknik Industri
baru menjadi kenyataan pada tahun 1965 atas prakarsa Ir. E. Hutapea. Dalam
rapat dewan dosen pada awal bulan Februari 1965 di bawah pimpinan Dekan
Fakultas Teknik USU, Ir. M. Sipahutar, pendirian Jurusan Teknik Industri
diputuskan dengan kurikulum yang berintikan : teknologi, chemical
engineering, dan scientific management. Selanjutnya pada rapat
tanggal 10 Juni 1965 yang dipimpin oleh Ir. Andar Manik selaku koordinator dan
pemrakarsa menyanggupi dengan resmi pendirian Jurusan Teknik Industri. Ir.
Pangestu Sugondo, MSc., lulusan Georgia Technology University, USA bertugas
menyusun kurikulum jurusan ini sesuai dengan disiplin Teknik Industri.
Untuk mendapatkan pedoman dan studi
komparatif dalam menyusun kurikulum Jurusan Teknik Industri, maka sponsor
ditugaskan ke ITB untuk mengadakan konsultasi dengan para pakar seperti : Dr.
Ir. Mathias Aroef, Dr. Ir. Kho Khian Ho, Dr. Ir.
Saswinadi, Ir. Suhadi Reksowardoyo, dan Dr. K. T.
Sirait. Para pakar tersebut mendukung dan sependapat dengan isi kurikulum
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik USU, serta menyarankan agar mengurangi
teori-teori ilmu kimia dengan menambah:
- Ilmu matematika,
- pengetahuan-pengetahuan linear programming,
- network programming,
- management dan lain-lain.
Tujuan
Jurusan Teknik Industri adalah untuk mendidik dan menghasilkan sarjana (S1)
yang ahli dan terampil di bidang Teknik Industri untuk industri di berbagai sub
sektor industri manufaktur dan jasa. Jumlah mahasiswa yang diterima pada
tahun ajaran pertama saat pembukaan Jurusan Teknik Industri yang baru adalah 72
orang yang merupakan putera-puteri daerah Sumatera Utara lulusan dari berbagai
sekolah lanjutan atas (SLTA) di berbagai kota.
Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri P&K No. 0174/O/1983, tanggal 14 Maret 1983 dan No.
0535/O/1983 tanggal 8 Desember 1983 nama Jurusan Teknik Industri berubah
menjadi Jurusan Teknik dan Manajemen Industri. Sesuai dengan Keputusan
Mendikbud No. 0218/U/1995 tertanggal 25 Juli 1995, nama Jurusan Teknik Industri
dirubah lagi menjadi Departemen Teknik Industri. Departemen Teknik
Industri sekarang ini berusaha terus berkembang dan maju ke depan, hal
ini dapat dibuktikan dari peralatan -peralatan laboratorium yang terus
diusahakan untuk kemajuan proses belajar mengajar. Dengan semangat peranan
dan kerjasama dari semua pihak yang berkepentingan, pengembangan Departemen
Teknik Industri Fakutas Teknik USU terus diupayakan demi menjalankan misi dan
cita-cita untuk menghasilkan sarjana yang ahli di bidang Teknik Industri, yang
dibutuhkan bagi suksesnya pembangunan bangsa dan negara yang berkesinambungan
pada umumnya dan pembangunan sektor industri pada khususnya. Pada tanggal 16
April 2004 Departemen Teknik Industri mendapat peringkat Akreditasi Borang
Nasional (BAN) dengan nilai A, dan pada 15 April 2008 telah menyandang
sertifikasi ISO 9001: 2000 tentang manajemen perguruan tinggi di bidang
akademik dan proses belajar mengajar.
SEJARAH TEKNIK INDUSTRI DI DUNIA[1]
Membahas sejarah Teknik Industri tidak bisa dipisahkan dari Revolusi
Industri di Inggris. James Watt menemukan mesin uap pada akhir abad ke-18.
Penemuan mesin uap ini mengubah secara mendasar dunia produksi dari produksi
rumahan menjadi pabrikan. Kapasitas produksi meningkat sehingga industri tumbuh
dengan pesat lalu terjadi peningkatan kompleksitas pengelolaan
perusahaan. Tahun 1776, Adam Smith melalui karyanya The Wealth of Nations
memberikan konsep division of labor. Spesialisasi kerja pada diri
seorang pekerja dipandang memberikan hasil yang lebih dibandingkan generalisasi
kerja. Pada tahun 1800-an, Charles Babage melanjutkan gagasan Adam Smith
dengan mengatur para pekerja dengan ketrampilan tinggi bekerja pada pekerjaan
yang benar-benar membutuhkan ketrampilan mereka. Sementara para pekerja dengan
ketrampilan lebih rendah akan mengerjakan pekerjaan yang lebih mudah. Dengan
kata lain, Charles Babbage mengimplementasikan gagasan spesialisasi kerja Adam
Smith menjadi pembagian kerja. Dampaknya, biaya penyelesaian pekerjaan menjadi
lebih rendah, karena para pekerja dengan ketrampilan tinggi dan tentu saja
biaya tenaga kerjanya lebih besar hanya bekerja pada pekerjaan yang benar-benar
membutuhkan ketrampilan mereka.
Dengan konsep pembagian kerja, Charles Babbage berhasil melakukan
penghematan biaya produksi pada pabrik paku di Inggris. Babbage memberikan
kepada pekerja pria pekerjaan yang membutuhkan tenaga mereka. Sementara untuk pekerjaan
yang ringan, Babbage memberikannya kepada pekerja wanita. Pekerjaan yang mudah
bisa juga diberikan kepada anak-anak. Pengehamatan oleh Babbage dilakukan
dengan membagi pekerjaan kedalam tujuh (7) operasi penting dalam pembuatan
paku, kemudian mencatat waktunya dan menetapkan biaya untuk setiap output
operasi (dalam satuan Lb).
Meskipun berhasil memenuhi 10.000 senapan, Eli Whitney membutuhkan waktu
sepuluh (10) tahun untuk memenuhi kontrak produksi senapan dari dua (2) tahun
yang dijanjikannya (Britannica, 2010). Kendala epidemi penyakit dan
keterlambatan supply berpengaruh besar dalam keterlambatan Eli Whitney memenuhi
kontrak 10.000 senapannya. Selain itu, sedikitnya pekerja yang ahli dalam
pembuatan senapan membuat proses pembuatan senapan menjadi lambat. Berangkat
dari kondisi, Eli Whitney mengembangkan desain peralatan yang bisa digunakan
oleh pekerja kurang trampil dalam membuat senjata. Desain peralatan itu harus
memberikan hasil komponen senapan yang memungkinkan dirakit secara acak.
Sembarang komponen senapan akan sesuai ketika dipasangkan dengan bagian lain
senapan. Inilah kontribusi penting Eli Whitney bagi perkembangan Teknik
Industri. Eli Whitney memberikan kontribusi bagi Teknik Industri dengan
gagasan interchangable parts. Pada tahun 1801, di hadapan Presiden
Thomas Jefferson dan para stafnya, Eli Whitney berhasil mendemonstrasikan
senapan (musket) yang dibuatnya bisa dirangkai dari kumpulan komponen yang
dipilih secara acak (Britannica, 2010).
Apa yang diungkapkan oleh Adam Smith, Charles Babbage dan Eli Whitney
menunjukkan bahwa meskipun mesin produksi telah lahir dan meningkatkan
kapasitas produksi, namun produktivitas tetap menjadi isu penting bagi dunia
produksi. Frederick Winslow Taylor memiliki kontribusi penting bagi Teknik
Industri, sehingga mendapatkan gelaran Bapak Teknik Industri. Kontribusi Taylor
berawal pada tahun 1881, yaitu penelitian yang dilakukannya di Betlehem Company
pada pekerjaan penyekopan yang memasukkan biji logam ke tungku peleburan. Kerja
penyekopan dilakukan dengan sekop dan cara kerja yang bervariasi sehingga
memberikan hasil yang bervariasi. Taylor mengamati kemudian melakukan percobaan
untuk menemukan ukuran sekop yang memberikan hasil terbaik. Diperoleh ukuran
berat sekop plus isinya sebesar 21,5 lb. Ukuran ini memberikan produktivitas
pemindahan biji logam tertinggi dengan kadar kelelahan yang wajar.
Taylor kemudian memanfaatkan temuan ukuran berat sekop untuk merancang
peralatan sekop dan menyesuaikan sekop agar sesuai dengan kondisi fisik pekerja
penyekopan. Dalam pekerjaan penyekopan, Taylor juga memilah elemen kegiatan
produktif dan non-produktif, sehingga pekerjaan penyekopan menjadi lebih
produktif. Pemilahan tersebut kemudian memungkinkan dikembangkannya
standarisasi pekerjaan dan cara kompensasi terhadap pekerja sehingga pekerja
terangsang untuk mempebesar produktivitas kerjanya. Apa yang dilakukan Taylor
bukan sekedar meningkatkan produktivitas, tetapi juga perbaikan metoda kerja.
Kontribusi Taylor yang paling
penting adalah prinsip Scientific Management:
- Setiap
elemen tugas harus berdasar ilmu dan tidak lagi dengan rule of thumb.
- Secara
ilmiah, pekerja dipilih, dilatih dan ditingkatkan. Dulu, para pekerja
dibiarkan memilih sendiri pekerjaannya dan mengembangkan diri.
- Kerjasama
dan kesepahaman antara pekerja dan manajemen akan semua tugas bisa
dijalankan dengan prinsip ilmiah.
- Tanggung
jawab yang jelas antara manajemen dan pekerja. Manajemen menangani semua
pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan oleh para pekerja.
Prinsip Scientific Management dipaparkan
oleh Taylor pada tahun 1912 dalam pertemuan tahunan American Society of
Mechanical Engineers. Konsep Taylor kemudian dikembangkan oleh pasangan
Frank dan Lilian Gilbreth. Pada 1885, Frank Bunker Gilbreth melakukan
penelitian untuk perbaikan metoda kerja pemasangan batu bata. Pengamatan
Gilbreth terhadap pekerjaan memasang bata membuahkan hasil berupa pemilahan
gerakan penting dan tidak penting. Perbaikan metoda kerja oleh Gilbreth
berhasil mengurangi kelelahan pekerja dan meningkatkan produktivitas pekerja
dari 120 bata per jam menjadi 350 bata per jam. Dalam perkembangan selanjutnya,
Gilbreth mengembangkan prinsip ekonomi gerakan dengan menyusun gerakan-gerakan
dasar (elemen therblig) yang diperlukan dalam penyelesaian pekerjaan.
Cahrles Babbage yang berjasa meningkatkan produktivitas pembuatan
paku dan Eli Whitney yang membangun dan mempraktekkan konsep interchangeable
parts juga tidak menjadikan mereka sebagai Bapak Teknik Industri. Menurut
hemat saya (singgih), satu faktor penting bagi perkembangan dan pengakuan luas
gagasan adalah komunitas profesional yang memungkinkan terjadinya pertukaran
gagasan, sehingga sebuah gagasan memiliki kesempatan untuk dipublikasikan,
mendapatkan dukunganbaik dari kalangan profesional dan akademisi hingga
akhirnya memiliki pengikut. Meskipun Gantt, dan pasangan Gilbreth memenuhi
ketujuh kriteria kepemimpinan, mereka tidak menjadi Bapak Teknik Industri.
Taylor yang mendapatkan gelaran Teknik Industri telah mendahului mereka dalam
penyampaian gagasan. Taylor telah menyampaikan banyak gagasannya dalam
komunitas American Society of Mechanical Engineers (ASME). Gagasan-gagasan yang
disampaikan oleh Taylor tidak hanya berhenti pada perbaikan yang bersifat
parsial. Gagasan Taylor mampu menyentuh metoda kerja yang meliputi perbaikan
terhadap peralatan, desain kegiatan hingga manajemen, yang ini mencirikan
perspektif Teknik Industri yaitu berpikir sistem integral.
Peran ASME dalam kelahiran Teknik Industri adalah menjadi wadah
berkumplnya para insinyur mesin. Dalam berbagai pertemuan tahunan ASME,
gagasan-gagasan baru dari para insinyur mesin dilontarkan dan mendapatkan
respon. Termasuk gagasan Taylor. Pada 1895, Taylor mempublikasikan makalahnya
“A Piece Rate System”. Pada 1904, Taylor menyajikan “Shop Management”.
Sedangkan prinsip Scientific Management dipaparkan oleh Taylor pada pertemuan
tahunan ASME di tahun 1912 dalam makalahnya “The Present State and The Art of
Industrial Management”. Makalah ini merupakan paparan penelitian Taylor sejak
1881, yaitu studi yang dilakukannya untuk meningkatkan produktivitas penyekopan
biji logam. Dengan Prinsip Scientific Management, produktivitas pekerjaan
akan meningkat, karena sebuah pekerjaan sudah dirancang menggunakan
prinsip-prinsip ilmiah, para pekerja fokus pada pekerjaannya sehingga
mendapatkan imbalan yang tinggi sedangkan manajemen fokus pada perencanaan dan
pengendalian pekerjaan agar sesuai dengan target pekerjaan.
[1] http:// paksing. blogdetik.com
/2010/09/22/sejarah-ringkas-teknik-industri/