Peningkatan Efisiensi Kerja Fisik

Gerakan-gerakan yang harus dilakukan oleh anggota tubuh manusia khususnya tangan dan kaki pada saat melaksanakan kerja akan sangat ditentukan oleh kemampuan ototnya. Manusia bisa bergerak ataupun menggerakkan anggota tubuhnya karena adanya sistem otot yang tersebar di seluruh anggota tubuhnya karena adanya sistem otot yang tersebar di seluruh tubuhnya (lebih dari 45% berat badan). Kemampuan otot untuk mengencang dan mengerut inilah yang akan menghasilkan tenaga (muscle power) yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik.[1]
        Tenaga otot dari seorang pekerja laki-laki yang diperoleh dari mengencangnya otot maksimal bisa mencapai 4 kilogram per cm2 luas penampang otot. Dengan luas penampang otot sekitar 2 cm2, maka beban maksimum yang bisa diangkat atau digerakkan bisa sebesar 12 kg kurang lebih. Tenaga terbesar dalam hal ini diperoleh pada saat otot mulai mengencang. Energi mekanis yang mengencangnya otot disebabkan oleh cadangan energi kimiawi dari otot. Di sini glukosa yang diperoleh dari zat makanan yang termasuk dan diolah dalam tubuh yang akan merupakan sumber energi terpenting bagi bekerjanya otot disamping oxygen yang dihirup dan diperlukan bagi proses pembakaran (metabolisme). Aliran darah dalam hal ini akan berfungsi sebagai sarana untuk mensuplai glucose dan oxygen ke sistem otot yang bekerja dan juga membuang sisa-sisa pembakaran. Agar penggunaan tenaga otot bisa optimal maka pengaturan cara kerjanya otot harus diperhatikan dengan benar. Dalam hal ini kegiatan otot dapat dibedakan dalam 2 hal, yaitu :
  1. Kerja otot dinamik (berirama)
  2. Kerja otot statik (kerja bersikap/ tetap)
Pada kerja dinamik, otot akan mengencang dan mengerut (mengendor) secara bergantian atau berirama, sedangkan pada kerja statik atau bersikap di sini akan berada dalam posisi mengencang dalam waktu yang cukup lama.

Evaluasi Metode Kerja dengan Cara Pengukuran Energi yang Dikonsumsi 
            Pengukuran fisiologis sering diaplikasikan sebagai dasar untuk mengevaluasi dan menetapkan tata cara yang harus diikuti. Suatu cara akan dibandingkan dengan cara yang lain, dimana tolak ukur akan ditetapkan berdasarkan pemakaian energi fisik yang paling minimal. Beberapa sikap atau cara kerja tertentu yang harus diselesaikan dengan posisi berdiri tegak, duduk, jongkok ataupun harus membungkukkan badan ternyata akan memerlukan konsumsi energi fisik kerja yang berbeda-beda. Dari penelitian fisiologis yang dilakukan terhadap posisi kerja disektor pertanian (cocok tanam) diperoleh hasil sebagai berikut :
  1. Kerja yang dilakukan dengan posisi badan harus membungkuk tanpa ada penunjang badan, akan mengkonsumsi energi fisik sebesar 3 kkal/menit. Posisi seperti ini dilakukan pada saat orang akan menanam benih atau mencabut rumput.
  2. Kerja yang dilakukan dengan posisi jongkok ataupun menekuk lutut dengan berat badan sebagian ditunjang oleh satu tangan yang lain akan memerlukan energi yang lebih kecil yaitu sekitar 2 kkal/menit.
Dalam kasus diatas, bilamana kerja tersebut dilakukan sambil duduk disebuah bangku kecil yang dapat dipindahkan akan memberikan sikap dan cara kerja yang lebih kecil (tidak lebih dari 1 kkal/menit). Akan tetapi cara kerja seperti ini memberikan kendala ketidakpastian bilamana orang tersebut harus bergerak secara terus menerus dengan siklus waktu kerja yang singkat.
Dalam pengukuran fisiologis kerja yang lain dapat dilakukan dengan berbagai macam cara membawa beban (load carrying) akan memberikan hasil yang berbeda-beda dalam hal konsumsi energi yang harus dipikul. Dalam penelitian ini pengukuran fisiologis dilakukan dengan mengukur konsumsi oksigen  yang dihirup bilamana orang yang membawa beban dalam jumlah/ berat yang sama dengan berbagai macam cara. Cara membawa beban dan hsil yang diperoleh dari penelitian dapat diperlihatkan sebagai berikut :
  1. Metode Double Pack, Di sini beban dibawa dengan cara meletakkannya menempel lekat di dada dan di bahu. Kebutuhan konsumsi oxygen (O2) dalam hal ini ternyata yang paling kecil dibandingkan dengan cara lain.
  2. Metode Head Pack, Cara Head Pack dilakukan dengan meletakkan beban diatas kepala. Dalam kasus ini relatif kebutuhan O2 adalah sebesar 105% dibandingkan dengan metode Double Pack.
  3. Metode Yoke Pack, Di sini beban diletakkan pada masing-masing ujung alat pemikul beban. Di sini akan terjadi “Momen” pada masing-masing ujung pikulan, sehingga konsumsi O2 relatif yang diperlukan juga lebih besar lagi, yaitu sebasar 130%.
  4. Metode Hands Pack, Dengan cara ini beban akan dibawa oleh kedua tangan. Cara semacam ini ternyata memberi hasil yang terjelek, dimana konsumsi O2 relatif sekitar 145%. Selain itu otot baku dan tangan akan memikul beban statis.
 Kelelahan Akibat Kerja
Pada sub bab ini akan di bahas hal-hal yang berkaitan mengenai kelelahan kerja, baik itu faktor-faktor penyebab terjadinya kelelahan, langkah-langkah mengatasi kelelahan, dan mengenai cara pengukuran kelelahan itu sendiri.

Pengertian Kelelahan
            Kelelahan dapat diartikan seringkali senbagai proses menurunnya efisiensi, performans kerja, dan berkurangnya kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan.

Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja
Pada hakekatnya kekuatan dan daya tahan tubuh ini tidak hanya dipengaruhi oleh otot saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor subyektif antara lain :
1. Besarnya tenaga yang diperlukan
2. Kecepatan
3. Cara dan sikap melakukan aktivitas
4. Jenis Olah Raga
5. Jenis Kelamin
6. Umur



[1]Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja(Surabaya: Guna Widya, 2000), h.103-108

0 komentar:

Posting Komentar